Oleh: Esther Susabda, Ph.D.
Saya mempunyai dua orang anak laki-laki, Adi (14 th) dan Ario (12 th). Entah mengapa, mereka selalu bertengkar setiap hari dan bermusuhan. Tingkah laku mereka juga tidak sopan dan tidak menghargai kami sebagai orang tua. Kami memang punya andil dalam hal ini, memang sepuluh tahun pertama pernikahan kami sangatlah berantakan. Kami bertengkar hampir setiap hari terutama karena ibu mertua saat itu tinggal bersama kami dan selalu ikut campur dalam semua hal. Setelah beliau meninggal dua tahun lalu, barulah kami sedikit membaik, pertengkaran kami cepat selesai dan saya lebih lega. Untuk anak-anak sepertinya sudah terlambat, menurut kami mereka kurang ajar dan berani melawan. Apa yang harus kami lakukan, Bu, saya dan suami sudah kewalahan?
Jawaban:
Anda perlu memahami bahwa mereka dibesarkan dalam suasana yang kurang sehat. Di tengah "conflict habituated"/terus-menerus bertengkar dari Anda dan suami, anak-anak sebenarnya sudah membentuk pola tingkah laku dengan struktur yang tidak baik. Mereka tidak memunyai bekal yang cukup untuk menghadapi masalah, sehingga pemicu yang kecil sudah bisa menjadi konflik besar. Untuk menghadapi hal-hal yang semacam ini, ada beberapa saran yang dapat Anda pikirkan.
1. Kekompakan
Anda dan suami, walaupun sudah jarang bertengkar, harus belajar untuk menyatukan sikap dan pikiran. Anda harus kompak dalam menghadapi anak-anak. Untuk itu, komunikasi yang benar-benar dewasa harus dilatih dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap masalah hendaknya dibicarakan secara matang dan Anda tidak terpancing untuk meresponi secara spontan dan subjektif atas sikap dan kata-kata dari anak-anak Anda. Dengan kata lain, Anda sendiri akan belajar menjadi model yang dapat dilihat dan diteladani dari dua individu yang saling menghormati dan mengasihi.
2. Pribadi
Anda dan suami harus belajar membina hubungan pribadi dengan anak-anak Anda. Adakan waktu secara rutin dengan mereka, biasakan berbagi pengalaman dan perasaan Anda. Jangan malu untuk mengakui kesalahan, dan kalau memang salah, Anda bisa minta maaf. Bagikan pengalaman dan pergumulan Anda sendiri, mereka sudah bisa diajak berpikir dan tidak boleh diperlakukan sebagai anak kecil.
3. Rohani
Sebagai orang-orang beriman, Anda seharusnya menjadikan iman sebagai landasan pengalaman pribadi bersama dengan Tuhan yang nyata. Kita percaya bahwa Allah dalam Tuhan Yesus Kristus adalah Allah yang hidup. Dalam iman kepada Tuhan, tidak ada kata terlambat (Yesaya 1:18). Kuasanya yang melampaui segala akal akan hadir dalam kehidupan kita jikalau kita hidup diperkenan oleh-Nya. Mulailah Anda merenung dan tanyakan pada diri Anda sendiri, bagaimana kondisi kerohanian Anda berdua. Pembaharuan hidup ini bisa dimulai dengan langkah-langkah pertobatan yang nyata, yaitu pembaharuan sistem kehidupan pribadi Anda sendiri. Semoga Tuhan memberkati!