Oleh: Esther Susabda Ph.D.
Saya mempunyai dua anak perempuan Wati (18 th) dan Tina (15 th). Mereka adalah anak-anak yang baik, tidak pernah menyusahkan orang tua sejak kecil dan selalu mandiri. Baru tahun lalu Wati selesai SMU masuk disalah satu univ. di Jakarta. Saya shock ketika pulang liburan kemarin dia menceritakan bahwa dia sudah tidak perawan lagi bahkan sudah hamil 2 bulan. Teman yang menggaulinya tidak diketahui keberadaannya sekarang dan tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Saya tidak bisa menerima kenyataan ini, begitu pula dengan suami saya, kami merasa apa yang kami tanamkan sejak kecil kenapa hilang begitu saja. Saya stress berat bahkan mau mati saja rasanya Bu, habis saya adalah ketua komisi wanita di gereja, suami saya adalah penatua dan ketua komisi pasutri. Kami boleh dikatakan adalah pasangan panutan dari banyak keluarga muda.
Yang saya ingin tanyakan Bu, kenapa saya tidak bisa mengampuni bahkan marah besar pada anak saya. Dia bingung kelihatannya dan sangat ketakutan bertemu dengan siapa saja, termasuk dengan saya dan ayahnya. Kami juga bermaksud mengirimkan dia keluar pulau, ke rumah adik saya perempuan yang sedang PTT ( dia seorang dokter dan masih single), untuk sementara, dan menghilangkan kebingungan hati kami. Apakah tindakan kami tepat? Kami juga ingin tahu apa kehendak Tuhan untuk anak yang dikandungnya, apakah boleh digugurkan saja, karena ayah dari anak ini tidak mau bertanggung jawab?
Jawaban:
Ada beberapa hal yang ibu tanyakan disini:
1. Mengapa ibu marah dengan kejujuran Wati dan ingin menyingkirkan dia? Apakah dalam keadaan anda bingung, ini adalah tindakan terbaik?
Setiap orang tua selalu mempunyai ideal, tentang anak, masa depan, dsb; tetapi untuk kasus ibu rasanya harapan-harapan ideal anda tidak cocok dengan realita yang ada. Wati sudah tidak perawan, bahkan hamil dan tidak ada yang mau bertanggung jawab; ibu sangat marah karena anak tidak bisa menjaga diri dantidak dewasa, seperti yang ibu pikirkan. Namun semuanya sudah lewat, apa yang sudah terjadi tidak bisa dihapuskan begitu saja. Inti dari permasalahan anda adalah bagaimana mengampuni kesalahan yang fatal seperti ini.
a. Memberi kesempatan
Seperti yang Paulus ungkapkan dalam Efesus 4:26 – anda boleh marah tapi jangan berbuat dosa. Artinya satu pihak Wati sudah dengan jujur mengungkapkan kesalahannya, tentunya sebagai orang tua anda juga bisa bersyukur bahwa anak anda masih datang kepada anda untuk minta pertimbangan dan nasehat. Berikan kesempatan kepada Wati untuk bisa melihat dari sikap anda berdua sebagai orang tua yang bisa mengampuni, seperti “bapamu yang disurga…juga sudah mengampuni kamu…..” Mat.6:14-15
b. Menerima Wati kembali apa adanya
Memang orang tua mana yang tidak kecewa dengan tingkah laku anak yang membuat seluruh keluarga menanggung aib. Itulah yang sebenarnya yang anda tidak bisa tanggung, status dan kebanggaan anda sebagai keluarga panutan di gereja. Bagaimana dengan anak anda sendiri? Apakah Wati juga mampu mengampuni dirinya kalau anda sendiri sebagai orang tua tidak mampu mencerna realita yang ada, bahkan mencoba untuk mengucilkan dia diluar pulau. Siapakah yang akan menjawab banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam dirinya? Bagaimana dengan proses masa-masa penantian sebelum bayi itu lahir. Apakah bukan saat-saat ini merupakan proses yang terbaik yang Tuhan sediakan untukm memahami Wati? Dan proses yang ia sendiri mungkin tidak akan lupakan seumur hidup.
c. Mempunyai pengharapan bahwa ada sesuatu yang baik yang Tuhan sudah sediakan bagi orang-orang yang taat dan menaruh kepercayaannya kepada Tuhan
Yang anda perlu lakukan saat ini adalah taat kepada Tuhan, lakukan apa yang ada didepan mata, yaitu mencoba memahami pergumulan dan mengasihi Wati.
2. Kehendak Tuhan untuk anak yang dikandungnya sudah sangat jelas tidak boleh digugurkan walaupun pacarnya tidak mau bertanggung jawab.
Tuhan yang memberi nafas kehidupan, dan kalau Tuhan mengijinkan peristiwa ini terjadi pasti ada maksud dan rencana Tuhan dalam kehidupan anda sekeluarga. Anda bersama Wati bisa merencanakan legal adoption, ada banyak lembaga-lembaga profesional dalam hal ini, dan ada banyak keluarga yang merindukan anak dan menginginkan adopsi.
3. Setelah proses ini selesai, Wati bisa melanjutkan kuliah lagi dan menatap masa depan bersama Tuhan dengan lebih mantap.
Kiranya Tuhan memberkati orang-orang yang percaya kepada-Nya! ( Maz.40:4-6)