Oleh: Esther Susabda, Ph. D.
Saya seorang ibu rumah tangga (36th), menikah dan mempunyai 2 orang anak perempuan (9th) dan (11th). Entah mengapa belakangan ini saya merasa gagal dalam semua bidang. Bayangkan Bu, kalau teman-teman bisa berkarir dan sukses, saya tidak. Saya cuma kuliah sampai semester tiga saja, itupun saya tidak pernah serius. Terus terang saya memang kurang suka belajar. Orangtua saya pun tidak pernah mengeluh; setiap kali mereka menanyakan kenapa saya tidak kuliah, saya selalu mempunyai alasan, entah capai, sakit kepala atau tidak suka dengan mata kuliah hari itu.
Mendidik anak pun saya merasa kurang mampu. Saya kuatir Bu, bagaimana nanti kalau saya tidak bisa menjadi ibu yang baik. Sejak menikah setiap hari saya cuma mengisi waktu dengan nonton TV, ngerumpi di rumah tetangga, pulang ke rumah ibu atau ke Mall. Saya juga tidak suka masak, sehingga saya sangat tergantung pada pembantu. Kalau tidak ada pembantu, hampir setiap hari ibu saya mengirim makanan, sampai suatu hari beliau kewalahan dan mengatakan “kapan kamu dewasa, dan mau belajar mandiri?”.
Suami saya sebenarnya baik, dia sangat memahami saya yang kolokan dan tidak bisa apa-apa. Namun dalam pertengkaran bulan yang lalu dia sempat mengatakan bahwa dia sudah salah pilih, menyesal menikah dengan saya dan pengen cerai saja, karena rumah selalu awut-awutan dan tidak pernah beres. Sejak itu saya sangat down, banyak menangis, dan tidak tau apa yang harus saya lakukan. Apakah saya memang pribadi yang bersalah pada Tuhan dan sekarang saya harus menanggung semuanya ini? bagaimana nanti kalau suami betul-betul meninggalkan saya??
Jawab:
Terima kasih untuk kejujuran Anda. Terus terang saya sangat prihatin dengan keberadaan Anda. Saat ini Anda merasa diri tidak berdaya, takut melihat bayangan diri yang gagal dalam semua bidang. Hal-hal yang Anda ungkapkan diatas terutama kekecewaan suami merupakan pukulan yang sangat berat, yang Anda tidak pernah bayangkan. Namun saya percaya, saat ini adalah waktu yang sangat baik bagi Anda untuk membenahi diri. Ada beberapa hal yang Anda bisa pikirkan:
1. Rupanya Anda terbiasa dimanja, sehingga Anda cenderung tidak mempunyai daya juang yang tinggi. Kesulitan Anda dalam belajar, membuat Anda menyerah dan tidak menyelesaikan kuliah. Orangtuapun tidak mendorong, dan memberikan motivasi. Yang muncul sekarang ini adalah perasaan menyesal, iri terhadap teman-teman, dan gagal. Jika Anda tidak memahami apa yang sedang terjadi, perasaan inilah yang sedikit demi sedikit akan makin melumpuhkan kehidupan Anda.
2. Mengatur rumah tangga, juga merupakan area dimana Anda tidak pernah memikirkan dan bertanggung jawab. Sebenarnya ada kegelisahan dalam diri Anda tapi Anda sudah terbiasa menutupi dengan menyibukkan diri nonton TV, jalan-jalan bahkan ngrumpi dirumah tetangga. Banyak waktu yang Anda sia-siakan untuk hal-hal yang tidak ada gunanya. Saya yakin, bahwa yang paling sedih adalah Tuhan yang terus menerus dikecewakan dengan sikap dan pengenalan diri yang buruk/poor self-image yang Anda miliki, sehingga Anda sudah belajar memainkan peran tidak berdaya (learned helplessness) menghadapi hidup ini.
Segala sesuatu dapat Anda pelajari, mulailah “belajar” dengan lapang dada dan tekun mana yang perlu dibereskan setiap hari. Apakah itu kebersihan yang dikeluhkan suami? atau kemampuan Anda dalam mengatur waktu? Biasakan setiap kali suami pulang paling tidak sudah ada makanan diatas meja dan ruang tamu sudah rapi. Berarti Anda harus menyediakan waktu khusus untuk mengatur menu, mendorong diri untuk mencoba dan tidak menyerah sebelum Anda bisa benar-benar berhasil.
3. Dalam mendidik anak - Anda juga merasa gagal. Saya menangkap “cinta kasih” Anda pada anak-anak sebenarnya sudah ada dibalik kegelisahan Anda yang kuatir tidak bisa membahagiakan mereka nantinya. Cintakasih adalah modal yang utama dalam mendidik anak, dan Anda sudah memilikinya. Apa yang Anda perlukan adalah menyadari, mensyukuri, memakai kesempatan dan mengembangkan potensi mereka. Hidupilah modal istimewa yang Tuhan sudah berikan ini.
4. Tentang takut ditinggalkan oleh suami seharusnya membuat Anda berusaha untuk berubah, dan memang tidak ada orang lain yang bisa menolong pernikahan Anda, kecuali Anda sendiri sadar dan mau memulai lembaran kehidupan yang baru. Kepanikan, terus menerus menangis tidak akan mengubah kekecewaan suami. Yang ia butuhkan adalah seorang istri dan ibu yang baik bagi anak-anak. Seorang yang juga berani mencoba, dan mencoba dengan pertolongan Tuhan sampai berhasil. Semoga Tuhan memberkati niat Anda.