Oleh: Pdt. Yakub Susabda Ph. D.
Melihat dan belajar dari Alkitab, kita akan tercengang dengan kekayaan karya Allah yang tidak terhingga. Dia adalah Allah, yang menurut H. Bavinck, "incomprehensible but knowable", yang tak terselami dengan akal budi tetapi dalam kasih karunia-Nya, Ia dapat dikenali secara pribadi. Ia memperkenalkan dan memberikan diri-Nya bahkan bersedia hadir dan menyertai orang percaya. Ia tahu betapa rapuhnya posisi anak-anak Tuhan ditengah dunia yang jahat ini, seperti domba-domba ditengah kawanan serigala (Mat. 10:16). Itulah sebabnya setiap anak Tuhan harus selalu waspada karena Iblis selalu siap menelan mereka seperti singa yang kelaparan (I Pet. 5:8).
Alkitab menyaksikan betapa Iblis adalah mahluk yang tidak pernah tertidur dan tidak pernah kehilangan akal untuk menjatuhkan anak-anak Tuhan. Karyanya begitu hebat, licin dan penuh tipu muslihat. Ia benar-benar bapak pembohong (Yoh. 8:44). Ia bisa hadir secara tersembunyi menstimulir pikiran yang jahat, mengubah konsep kebenaran, menjadi malaikat terang (II Kor. 11:14-15), memberikan karunia-karunia yang mirip dengan yang Allah berikan (Mat. 7:22-23), menjadi perantara pemuasan nafsu dan dosa (II Sam. 11; 24; Luk. 22:3) sampai ia secara terang-terangan merasuki manusia (Luk. 8:30) dan mengubah mereka menjadi pembunuh (Yoh. 8:44), dan pembenci kebenaran sejati, yang melawan Allah. Kepada yang terakhir inilah, Tuhan Yesus mengatakan, "iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu . . ." (Yoh. 8:44).
Kondisi ditengah berbagai upaya dan karya Iblis inilah, yang menjadi konteks pelayanan konseling. Meskipun antara demon influence/ pengaruh iblis dengan demon possession/ kerasukan ada bedanya, tetapi batasannya seringkali begitu samar dan tipis. Orang yang kerasukan biasanya memiliki sesuatu (pengetahuan atau kekuatan) yang sebelumnya ia tidak miliki dan mempunyai sikap menolak dan membenci Nama Yesus Kristus dan doa-doa orang percaya. Tetapi kadang-kadang orang yang sungguhsungguh kerasukan dan menjadi milik Iblis justru menunjukkan sikap hidup yang sangat baik sehingga menarik banyak pengikut untuk mempercayai ajaran-ajarannya yang melawan kebenaran Ilahi yang sejati yaitu keselamatan dalam Kristus Yesus. Dengan demikian, demon possession/kerasukan justru seringkali tersamar karena hadir bersama dengan keunikan budaya, agama-agama ciptaan manusia dan keinginan hati nurani yang mencari "Allah" pegangan hidup. Orang-orang itu sendiri tidak menyadari, bahkan dalam pikiran mereka sedang menyembah Allah yang sejati, padahal yang mereka sembah sebenarnya adalah Iblis. Kelompok ini biasanya berada diluar jangkauan konseling.
Meskipun demikian, pelayanan konseling itu sendiri akan selalu berhadapan dengan kuasa, karya dan campur tangan iblis, karena tak pernah ada kelemahan dan dosa yang dibiarkan iblis untuk tidak menjadi sarana dan alatnya. Bagaimanapun kondisinya dan apapun bentuknya, setiap kelemahan dan dosa manusia adalah sarana dan alat ditangan iblis untuk tujuan-tujuan jahatnya. Sebagai contoh perhatikan kasus dibawah ini.
Kasus:
Ibu A adalah klien yang depresif dan yang beberapa kali telah mencoba untuk bunuh diri. Melalui sesi-sesi konseling, akhirnya tersingkap sumber masalah utama dari ibu A. Ia seorang ibu yang seluruh hidupnya diberikan untuk keluarganya, tetapi ia sangat dikecewakan bahkan merasa terus-menerus dilukai oleh perbuatan suaminya dengan wanita-wanita lain.
Nah, ditengah pergumulan batin yang menyakitkan ini, ibu A tidak berhasil memelihara kemurnian imannya. Ia membiarkan perasaan terluka itu berkembang menjadi kebencian, dan seperti yang dikatakan oleh Yakobus, "ia dicobai oleh keinginannya" untuk membalas dendam, sehingga keinginan tersebut melahirkan dosa (1:14-15). Pada saat itu ia mengalami apa yang dialami Yudas Iskariot, yaitu iblis masuk dan memperalat dosa tersebut (Luk. 22:3). Akibatnya, dari kebencian dan keinginan membalas dendam muncul lah ide yang diberikan oleh iblis yaitu mencari laki-laki yang dapat berjinah dengan dirinya. Iblis benar-benar pembunuh, ia memberikan ide memanggil tukang pijit datang ke rumahnya, mulai pijit kaki, sampai meminta orang tersebut memijit seluruh tubuhnya dan akhirnya mereka melakukan hubungan seks. Begitulah permulaannya, dan setiap minggu terulang terus, sampai tukang pijit tersebut mulai memeras ibu A, meminta uang 10 juta rupiah setiap kali hubungan seks, atau akan disiarkan kesemua orang. Ibu A terjepit, ia panik dan putus asa. Itulah sebabnya ia berulangkali mencoba untuk mengakhiri hidupnya.
Sekarang, apa yang dapat konselor lakukan untuk menolong ibu A?
I. Atasi gangguan depresi yang ada
Kalau benar ibu A menunjukkan gejala-gejala depresif, ia harus direfer kepada seorang psikiater untuk mendapatkan pengobatan terlebih dahulu.
II. Jajaki kemungkinan untuk dimulainya konseling
Kalau kondisinya sudah mulai membaik dan pikirannya sudah mulai terang, ia dapat mulai memasuki sesi-sesi percakapan konseling. Untuk itu anda harus dapat building rapport/membina hubungan baik sehingga klien tersebut mulai dapat merasa aman berbicara dengan anda sebagai konselor. Berarti "trust/mempercayai konselor" mulai terbangun dan klien mulai merasakan adanya keberanian dan kebebasan untuk mengutarakan perasaan dan pikiran-pikirannya. Anda harus membiarkan catharsis/pelepasan uneg-uneg terjadi dengan sehat dan cukup.
Apapun yang klien rasakan dan pikirkan adalah keunikan dirinya. Terimalah dia apa adanya dengan spirit acceptance dan nonjudgemental/ penerimaan dan sikap tidak menghakimi. Karena hanya dengan itulah kesadaran diri klien akan terbangun dan sehat, dan ia siap untuk meresponi "reflective listening" yang anda lakukan. Sebagai contoh, misalnya ia mengatakan, "saya rasa saya sudah terlalu jauh . . . tak ada lagi kemungkinan untuk dipulihkan . . . apalagi hubungan saya dengan suami saya . . ." (Nah untuk kata-kata klien ini anda dapat menangkap melalui "listening" keputusasaannya, dan keinginan untuk menghukum diri sendiri dengan menutup pintu kemungkinan untuk berpengharapan. Nah, untuk itu anda dapat melakukan reflective listening sbb:) "memang melewati pengalaman-pengalaman tertentu, seorang bisa sampai pada keputusasaan dan keinginan untuk menghukum diri sendiri . . . bahkan ditengah realita bahwa hidup selalu ada pengharapan, apapun dan bagaimanapun kondisinya . . . Sebenarnya hati nurani kita tidak pernah mati, terus berbisik mengingatkan kita . . . keputusannya ada pada kita sendiri ... apakah menurutinya atau mengabaikan dan mematikannya . . ."
III. Bangkitkan kesadaran dirinya akan hal-hal yang memang harus disadari, yaitu a.l.: responnya untuk kesalahan suaminya, keinginannya untuk membalas, keberaniannya melakukan perbuatan-perbuatan yang sangat tercemar, dan campur tangan iblis yang ingin menghancurkan hidupnya
Memang konseling tidak sama dengan pemberian nasehat. Meskipun demikian konseling harus selalu didasarkan pada prinsip-prinsip kebenaran, atau konseling tersebut tidak mempunyai arah sama-sekali. Konselor memakai prinsip-prinsip kebenaran tersebut untuk membekali dirinya dengan "arah" dari reflective listening yang terus-menerus dilakukannya. Melalui itulah kesadaran klien akan kebenaran muncul pada waktunya, dan ia dapat dengan sendirinya menyelesaikan persoalan hidupnya.