Oleh: Esther Susabda, Ph.D.
Saya sudah menikah 6 tahun, dikaruniai seorang anak perempuan yang manis dan lucu. Saya juga bekerja paruh waktu untuk mengisi waktu dan mengurangi kejenuhan di rumah. Suami saya sangat keras, kaku, dan prinsipnya tidak boleh dilanggar, yaitu istri harus menyediakan makanan, mengatur rumah tangga dan mendidik anak. Selain itu, saya juga harus siap melayani pada saat ia pulang kerja, jadi kalau saya tidak di rumah waktu itu sudah bisa dipastikan ada keributan besar. Prinsipnya adalah, kalau sudah jadi istri seseorang tidak boleh banyak bergaul lagi, dengan keluarga juga harus dibatasi. Baginya saya dan anak adalah milik dan harta pribadi di samping pekerjaannya. Memang ia dibesarkan oleh ayah mertua, yang cerai dari istri karena selingkuh.
Saya bisa bekerja lagi itu pun setelah melalui banyak pertengkaran dan air mata, dan syarat diatas saya harus tanda tangani secara tertulis. Sebenarnya kalau mau jujur, selain dari hal di atas dia orangnya baik, cukup romantis, cinta Tuhan, mencintai saya dan anak. Hanya saja saya yang seringkali pengen lari, Bu... tidak tahan dengan sifat-sifatnya yang menjengkelkan. Bagaimana saya harus menghadapinya, Bu?
Jawaban:
Masalah Anda di atas, sebenarnya adalah pada perasaan diri Anda yang tidak suka diatur, dikuasai, dan diperlakukan seperti anak kecil sehingga Anda merasa tidak lagi mempunyai kebebasan seperti dulu. Anda tertekan dan tidak tahan dengan sifat "possessiveness" (keinginannya memiliki secara penuh) yang disebabkan karena pengalaman masa kecil yang menyakitkan, yaitu mempunyai ibu yang selingkuh. Ia tumbuh dengan "pola kepribadian gelisah dan insecure/tidak aman". Sehingga cara satu-satunya untuk mengontrol keluarga adalah dengan memberikan prinsip-prinsip di atas yang Anda tidak sukai tapi terpaksa harus dituruti.
Pihak lain, Anda juga akui secara jujur, banyak kelebihan suami yang Anda harus syukuri kepada Tuhan. Yang menjadi masalah adalah bagaimana Anda bisa menciptakan dan mengembangkan rasa percaya/trust dalam diri suami. Jadi jangan fokuskan pada perasaan negatif yang Anda rasakan, tapi pusatkan pada hal-hal positif yang ia tunjukkan, sehingga keintiman antara Anda berdua juga bisa dipupuk. Lama kelamaan rasa nyaman dan percaya dari suami juga akan muncul, apalagi kalau sikap positif Anda diikuti dengan rasa hormat/respect akan apa yang ia yakini. Cintailah dan berikan apa yang suami butuhkan, yaitu tempat sebagai kepala keluarga.
Mintalah kepada Tuhan kebijaksanaan untuk membuat hidup ini menjadi lebih meaningful/berarti bagi Anda berdua. Semoga Tuhan memberkati.